Senin, 08 Agustus 2011

Cerbung - Be Yourself, Kak!

Be Yourself, KAK!
Kakakku, termasuk anggota geng The BadBoys di SMP tempatnya bersekolah. Main band, merusuh, dan mejahili guru dan teman bukan lagi kegiatan asing baginya. Kakak kadang juga mengajakku untuk ikut melakukan kegiatan semacam itu dengan teman-temannya. Tapi seringkali aku menolaknya. Aku memang kurang menyukai kegiatan BadBoy. Menurutku, kegiatan seperti itu hanyalah pemborosan waktu. Lebih baik aku membaca buku di rumah. Maka dari itu aku jarang bepergian keluar rumah dengan kakak dan teman-temannya.
Aku memang terkenal sebagai anak baik-baik, bahkan mendekati kutu buku di SD tempatku bersekolah. Tapi, sebenarnya, diam-diam aku ikut belajar karate dengan kakakku. Lumayan, untuk olahraga dan latihan bela diri. Aku sekarang sudah menyandang ban merah, dan kakakku setengah tingkat diatasku, yaitu merah strip hitam. Aku cukup bangga dengan hasil jerih payahku berlatih karate, karena selain membentuk fisik yang kuat, karate juga mengajarkanku untuk menjadi lebih berani menjadi diriku sendiri. Aku tidak lagi ketakutan atau mudah marah jika teman-teman mengatai aku kutu buku dan kuper. Memang karena perubahan itu, teman-temanku bertambah. Sekarang mereka lebih bisa menerimaku dan hobiku membaca, dan aku amat sangat senang akan hal itu.
Kakakku pernah berkata bahwa di SMP Bakti Mulia, sekolahnya, kakak-kakak kelas seringkali bersikap seenaknya pada anak kelas satu. Dia bahkan pernah pulang dengan keadaan kotor dan memar di sekujur tubuh. Alasannya, itu karena ia tidak mau menyerahkan uang sakunya pada kakak-kakak kelas kejam itu. Maka dari itu ia mendirikan geng The Bad Boys dengan tujuan membantu melawan kekerasan kakak-kakak kelas yang meraja di sekolahnya.
“Lagipula, kakak harus menjadi Bad Boy biar gaul dan eksis, Ri!” tambahnya.
“Hah! Sekalian aja jadi Barney! Eksis juga, kan? ” ledekku padanya.
Kakakku hanya tersenyum. Tentu saja aku kenal sekali kakak. Dia adalah kakak yang mengajari aku membaca sewaktu aku kecil dulu. Mengajariku bermain basket, catur, dan bersepeda. Yang memakai baju berwarna cerah, dan bukannya  hitam. Menurutnya baju hitam itu suram dan gelap. Kakak juga masih suka membaca majalah bobo dan majalah kreatif, serta novel dan kumpulan cerpen anak-anak. Kami memiliki banyak sekali koleksi buku semacam itu.
“Itu beda, dong, Ri. Masa kegiatan kakak kamu samain sama Barney, sih? Nggak level, tau!” Kakak agak tersinggung.
“Bukan apa-apa, tapi menurut Rian, The Bad Boys tuh kegiatannya agak ekstrem. Katanya tujuan utamanya mau melindungi anak-anak yang lemah, yang suka dibully sama kakak kelas. Tapi, kok kakak sendiri suka merusuh dan menjahili orang lain? Itu kan sama saja menyusahkannya dengan kakak-kakak kelas tadi.” Aku menjelaskan panjang lebar dari balik buku yang sedang kubaca.
“Halah, sok tahu kamu! Merusuh dan iseng itu kan hanya supaya kita dikenal orang lain, Ri. Biar gaul, man!” Kata Kakakku dengan sok keren.
“Ah, kan untuk dikenal bukan berarti harus merusuh. Oya, kakak masih mau terus pakai baju hitam-hitam yang ada di lemari baju kita? Bukannya pernah kakak bilang warna hitam itu suram?” Aku masih terus menyindir kakakku.
“Yah, demi geng, Ri. Kakak juga kurang enak sih, lihatnya. Biar kerenlah sekali-kali gak apa-apa.” Katanya beralasan.
Biar keren. Lagi-lagi biar keren. Aku mendesah.
“Kakak aneh. Terserah, deh.” Aku menyerah dan melanjutkan membaca dengan diam.
Memang, akhir-akhir ini tingkah kakak menjadi agak menyebalkan.
Setelah masuk SMP, dunia kakak seolah terbagi dua. Di rumah, kukenal kakak yang baik dan asyik. Di sekolah, kukenal kakak yang keren dan populer. Kakak yang kurang kusuka, karena itu bukanlah dirinya yang sesungguhnya.Yang kutakutkan sekarang adalah, aku akan masuk SMP yang sama dengan kakak dua hari lagi. DUA HARI LAGI! Aku belum bisa menerima perubahan sikap seperti kakakku. Maksudku, Untuk apa kita mengorbankan kepribadian ASLI kita untuk masuk sebuah geng yang keren?
“Tenang sajalah, Ri. Kakak bantu deh, kalau kamu kesulitan disana.” Begitu kata kakak ketika aku menceritakan keraguanku padanya. “Bantuin apa lagi? Pelajaran?” Tanyaku, masih tidak mengerti. “Bantuin kamu bergaul, maksudnya. Gimana? Udah, jangan takut!” Jelasnya sambil tersenyum geli melihatku kebingungan. “Jadi BadBoy? Gak mau!! Mending Rian dicap sebagai kutu buku daripada jadi BadBoy! Karena itulah sifat Rian yang sebenarnya.” Aku menyindir kakakku. “Ya sudah. Terserah.” Kakak berkata datar sambil berjalan keluar dari ruangan dan meninggalkanku sendirian. Aku memikirkan kembali ucapanku, mengidentifikasi setiap katanya untuk mencari letak kesalahanku. Mengapa kakak marah? Kata-kataku salah ya?
Oya, kakakku ini ketua OSIS, lho. Dia adalah salah satu panitia untuk MOS nanti. Sebenarnya enak punya kakak pintar. Ya seperti kakakku ini. Namun, aku masih saja mengeluhkan sikap kakak. Enak, kalau kakakku itu baik dan menyenangkan. Namun, bila kakakku itu gaul dan sibuk? Entahlah, aku masih belum dapat membayangkannya.
Hari pertama di sekolah, kakak langsung mengajakku ke hall SMP untuk melihat pengumuman pembagian kelas dan denah sekolah. Di koridor kami bertemu dengan kak Farhan, salah satu sahabat kakak, yang hendak pergi ke kelas barunya. “Yo, Chard!” panggilnya. “Hei! Apa kabar, man?” Balas kakakku dengan senyum. Kemudian mereka melakukan tos ala geng mereka. “Eh, Rian! Apa kabar?” Tanya kak Farhan, menatapku dengan pandangan cerianya. “Hai, Kak Farhan.” Aku menyalaminya. “Ternyata kamu masih inget, ya?” Kak Farhan berkata senang. Aku mengangguk. Aku pernah bertemu kak Farhan sekali, saat dia main ke rumah untuk menonton latihan band kakakku.
Sejak mengikuti geng ini, kakak membentuk band sendiri dengan kak Tio dan kak Joseph. Kak Tio ketuanya, karena ia yang paling jago bermusik. Kakakku bermain drum, kak Joseph menjadi vokalis, dan kak Tio menjadi gitaris. Aku suka menonton latihan mereka, maka aku mengenal kak Joseph dan kak Tio. Namun selain mereka, dengan kak Farhan, adalah satu-satunya teman kakak yang kukenal. Kakak baru mengenalkan temannya yang lain padaku hari ini. Nasib teman seangkatanku pun tidak jauh berbeda dariku. Seluruh anak baru mulai saling mengenal setelah MOS.
Teman dekatku adalah Toni. Ia sudah akrab denganku sejak SD. Sebulan setelah semester dua, teman-teman mulai menjauhiku. Namun Toni tetap bersahabat denganku. Aku mendapat jawaban keanehan sikap teman-temanku darinya, yaitu bahwa BadBoy mulai membully teman-teman. Ia melihatnya sendiri, kakakku dan anggota lainnya, termasuk Dio, kakak Daniar, teman sekelasku yang mengalami nasib sama sepertiku. Aku langsung tidak percaya mendengar kelakukan kakakku yang sudah melewati batas itu. Meskipun Toni, sahabatku sendiriyang memberitahuku, aku masih tidak percaya. Masa sih, kakakku membully teman-temannya sendiri? Tapi Toni tidak mungkin bohong padaku. Mungkin aku harus benar-benar melihat sendiri buktinya.
Pada suatu hari, saat istirahat, aku hendak menuju ke kantin untuk menemui Toni, Daniar, dan Anjani, teman-teman seangkatanku. Kami memang berencana belajar bersama hari ini. Di tengah jalan, aku melihat kakakku dan teman-temannya sedang menyudutkan Reyhan, teman sekelasku, ke sudut tangga. Aku langsung berhenti, setengah menganga tidak percaya. Kakakku? Memalak Reyhan?! “Buruan! Mana duit lo?!” Gertak salah satu dari anak BadBoy, memojokkan Reyhan yang ketakutan. “A-aku... Aku nggak punya uang, kak.” Reyhan memelas. Kelihatannya ia takut dipukuli atau apa. “Bohong! Dio, coba periksa sakunya.” Kakak memberi perintah dengan tegas pada temannya yang bernama Dio itu. Dio mengorek saku Reyhan dengan kasar. Sepertinya aku kenal... Hei... Tunggu! Itu kakaknya Daniar! Ya, benar, itu pasti kakak Daniar. Tanganku mengepal semakin erat. Apa maksud dari semua ini?!
BERSAMBUNG....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar