Jumat, 30 Maret 2012

Cerbung - 'New Year, New Start!' ~ by Nicks part 1

Untuk Rafa, terima kasih editannya!
Untuk semua pembaca, semoga kalian menyukainya.
Terima kasihku, Nixie :)
PART 1
New Year, New Start!
By Nicks ^_^




“ Tha, gimana kalo kita putus aja? ”


Kata-kata itu terngiang-ngiang di benak Thalia. Ia masih shock akan peristiwa yang terjadi tadi pagi itu. Diputusin pacar sih biasa, namun bila itu terjadi dua hari sebelum tahun baru? Jahat banget, kan!

“Gimana caranya gua bisa ngelewatin tahun baru sekarang? Tega banget!” Bisik Thalia sambil menangis pelan.

Padahal, Thalia yakin ia sudah pernah bercerita pada Gerald bahwa pada tahun baru nanti, ia memutuskan untuk tidak ikut barberque party bersama teman-temannya dan memilih untuk menikmati kembang api bersama Gerald. Bahkan ia sudah memilih tempat yang cocok untuk melihat kembang api.

‘Gua benci Gerald! Benci!’ Teriak Thalia dalam hati. Sebuah boneka angry birds pun jadi sasaran dan terjatuh kelantai. Alasan Gerald memutuskannya klise sekali, yaitu ia merasa sudah tidak cocok dengan Thalia. Dengan kata lain; BOSAN.

“Tha?” Dengan pelan kepala sesorang muncul dari balik pintu. Yah, segera setelah peristiwa tersebut, Thalia langsung minta diantar pulang ke rumah dan menelepon Jessica, sahabatnya. Jessica langsung cabut ke tempat Thalia walau bulan sudah mulai menerangi malam. Dengan murah hati, tuh anak langsung memutuskan untuk menginap di rumah Thalia. Untung besok hari minggu, jadi dia tidak kesulitan mendapatkan izin dari orangtuanya.

“ Lu gak apa-apa, kan? Gua udah bawa baju nih, persiapan nginep sekalian nemenin lu… Astaga! lu nangis berapa lama? Mata lu udah membentuk kantong tuh, sebesar bola golf!” Jessica berkata penuh simpati. Jessica juga pernah diputusin sekali, namun momentumnya tepat. Akhirnya mereka berdua pisah dengan baik, bahkan sekarang masih contact sesekali.

“Jess... hiks… dia jahat banget, mutusin gue kayak gitu.” Dan mulailah sesi curhat Thalia, yang Jessica tahu, bakal menghabiskan waktu sampai pagi.

“Tha, jadi lu mau ngapain hari ini?” Tanya Jessica. Mereka baru saja bangun, dan sedang menikmati sarapan di rumah Thalia.

“Pokoknya gua pengen ngelupain Gerald! Hari ini gue mau menicure-pedicure, beli novel, beli film, dan ritual yang paling penting: potong rambut!” jawab Thalia berapi-api.

“Sip. Mau cabut kemana?”


“GI aja. Lu pulang dulu, terus gue jemput jam 3-an. Nanti gua dikira nyulik lu, kalo lu ga balik-balik.”


Jessica tertawa. ‘Ini anak, kemaren sikapnya udah kayak dunia mau kiamat tapi hari ini langsung berubah drastis! Tapi emang ini ‘Thalia’ yang gue kenal...’ batin Jessica dalam hati. Jessica menghela nafas.


‘Kayaknya hari ini bakal panjang...’ Gumamnya dalam hati.



"Tha! Liat deh! Lucu banget ya, tasnya... Gua mau beli ah! Tapi yang ini juga lucu... Menurut lu gimana Tha?" Kata Jessica dengan semangat '45. Dia belum sadar bahwa ia sudah membuat seseorang memandangnya dengan campuran antara kesal dan letih. Tentu saja, orang itu adalah Thalia.


"Jes, seinget gua kita kesini buat ngebantuin gua ngelupain Gerald deh. Lagian shopping kan ga ada di daftar tadi? Lu niat bantuin gua ga sih?" sambar Thalia bete.

Seketika Jessica tersadar.

"OH IYA!" pekiknya kencang. Muka Thalia langsung sumringah. Tetapi, wajahnya itu langsung berubah menjadi ringisan malu ketika dilihatnya pengunjung lain menatap ke arah Jessica dengan kesal, terganggu karena anak itu memekik terlalu kencang.

‘Akhirnya dia sadar juga...’ Thalia bersyukur dalam hati. ‘Sekali lagi dia nanya tentang shopping, gua cekik aja sekalian tuh anak.’

"Jadi, Jes, sekarang kita..."

"Aduh! Gua lupa beli hadiah ulang tahun buat Ferry! Gimana dong Tha? Seminggu lagi dia ultah nih... Ayo, cabut ke toko itu!" Katanya, sambil menyeret Thalia yang sudah menangis dalam hati melihat toko gadget di hadapannya. Toko tersebut adalah toko tempat Gerald membelikannya gantungan HP sebagai hadiah ulang tahunnya.

‘Huhuhu... selama Jess mikirin pacarnya, gua nggak akan bisa ngelupain mantan gue. Oh my... Save me!’ Jerit Thalia putus asa di dalam hatinya.



"Dah, Tha! Thanks yah bantuin gua milih kado buat Ferry. You're the best, sista’!" kata Jessica sembari pamit dari rumah Thalia. Tepat sebelum dia masuk kedalam pintu mobil cherry merah metaliknya, ia berkata, "Oh iya. Tadi Ferry nelepon gua, katanya nanti sore ada pesta barberque dirumah temennya. Rata-rata cowok semua tuh yang ikut. Daripada nanti gua jadi anak hilang disana, lu ikut gua, ya? Nanti gua jemput jam 5. ¡Adios!"


Belum sempat Thalia memprotes, mobil itu sudah menghilang dibalik tikungan rumahnya. Thalia pun mengembuskan nafas dengan pasrah.


“Tuh anak ya... Tadi gua dikacangin abis-abisan, masih berani minta tolong pula! Minta tolong berbagi derita lagi! Huh!” Dumelnya.

‘Well, daripada gua cengo sendiri dirumah mending gua ikut deh. Itung-itung makan malam. Semoga gara-gara itu gua bisa lupain si Gerald sialan.' Pikiran Thalia menyimpulkan dengan cepat, kontras dengan apa yang diprotesnya tadi secara terang-terangan.

Dan sibuklah Thalia mempersiapkan diri. Ia langsung mandi, kemudian mengenakan setelan favoritnya, kaus putih dengan rompi baby blue bertudung, dan celana panjang berbahan kain yang lembut. Tanpa make up, Thalia pun memutuskan bahwa ia siap untuk pergi ke pesta tersebut. Toh siapa juga yang akan memperhatikan dandanannya? Ia, kan, tidak perlu mendapatkan perhatian dari cowok-cowok di pesta itu. Yang ia perlukan hanyalah jeda agar bisa melupakan Gerald!
BERSAMBUNG...

Jumat, 23 Maret 2012

Puisi Pendek - Dirimu

Untuk seseorang yang sangat berarti,
Jangan pernah menyiksa dirimu untuk sesuatu yang tidak berguna.
Ingatlah bahwa masih ada banyak orang yang menyayangimu apa adanya.

Puisi Pendek – Dirimu
By Rafa J

Dirimu, sosokmu yang dulu
Dirimu yang sama, seperti yang kukenal
Menempa ilmu lebih dalam, tanpa kenal lelah
Tanpa peduli sekeliling, bahkan diri sendiri

Kamis, 22 Maret 2012

Just Told Me ~ Lyrics

Untuk semua yang lagi galau :P
Terutama untuk semua yang kehilangan harapan
Jangan takut, karena sebuah rencana yang indah telah disediakan bagimu
Terima kasih banyak untuk Jordyann sang pemusik
Karena dialah aku dapat belajar menjadi pribadi yang baik

Just Told Me
 By Rafa J

Verse 1 ~
You know, first i thought we’ll never meant to be
Together, it’s impossible to see
You stand away from me
Even though we were so close
And you drove away for another man

Reff ~
At first i heard your whisper in my head
I knew that you’re the only one for me
Yeah, you smiled
And those melodies that fill my ears
Just told me that it’s gonna be alright...

Verse 2 ~
You know how it shatters my fragile heart apart
When i saw you smiled while standing next to him
Yeah you laughed and you smiled
And pretended it’s alright
You’ve left me here, scared and alone

Reff ~
At first i heard your whisper in my head
I knew that you’re the only one for me
Yeah, you smiled
And those melodies that fill my ears
Just told me that it’s gonna be alright...

Bridge ~
But then, you came back suddenly
You beg me for my help
To be with you forever once again

Reff ~
At first i heard your whisper in my head
I knew that you’re the only one for me
Yeah, you smiled
And those melodies that fill my ears
Just told me that it’s gonna be alright...

Coda ~
You see finally we‘ll never be apart
It’s just when you whispered that you do
Do to love me again
Forever like you once did
I know that i will always love you more

Ending ~
Since you whispered to me, "it’s gonna be alright"

Kamis, 15 Maret 2012

Andaikan -

Untuk semua yang telah kulewatkan
Terutama semua kenangan itu...
Andaikan
By Rafa J

Saat ku tengok ke belakang
Semua jalan berdebu itu
Ah, takkan ada yang dapat menyesalkan
Semua itu telah berlalu

Saat kuingat kembali
Semua bunga di padang
Kutanam semua satu-satu
Banyaknya hilang dikekang waktu

Andaikan,
Semua dapat kuulangi
Kuingin jalani hidup kembali
Bahagia

Andaikan,
Semua belum berakhir
Tragis dan sedih

Kuingin hidup
Beralaskan padang bunga
Bermandikan cahaya cakrawala
Dengan udara cinta dan kasih
Andaikan...

Sabtu, 10 Maret 2012

Si Sepeda Merah

Untuk seorang teman yang baik
Kuharap kau dapat menerimaku sebagai seorang sahabat
Hmm, ngomong-ngomong, aku suka warna sepeda itu. Cherry red polos. Milikmu kah?

Si Sepeda Merah
By Rafa J

Bicara denganmu
Membuka semua pintu
Mengobati luka dalam hati
Ku rindukan gayamu
Menyebalkan, menyenangkan
Semuanya

Bagai merindukan bulan
Saat berkumpul dan mendengar suaramu
Kuingin saat-saat itu terulang
Deja VΓΌ
Kau dan aku

Cerpen - Pengampunan Kala (Latihan Ujian Praktek)

Untuk Ayahku.
Terima kasih karena telah mengajariku nilai-nilai berharga dalam hidup ini. Semoga kelak aku dapat mewujudkan impianmu suatu hari nanti.


Pelajaran Mengampuni
“Woi! Anak haram lewat!”
“Menyingkir semuanya!”
Begitulah keadaan di kelas Kala setiap kali Kala melangkah masuk. Ucapan menyakitkan terdengar dari mulut teman-temannya. Ah, tapi Kala sudah sering mendengarnya.
Memang, Kala hanya tinggal bersama ayahnya. Ibu Kala meninggal saat melahirkannya. Teman-teman Kala tidak tahu akan hal itu. Mereka hanya tahu kalau Kala tidak punya ibu, maka dari itu mereka mengejek Kala seenaknya. Memanggilnya ‘anak haram’.
Suatu ketika, Kala sudah tidak tahan lagi mendengar ejekan teman-temannya. Ia memutuskan untuk bercerita kepada ayahnya.
“Yah,” Panggil Kala. Ayah pun mengalihkan pandangannya dari siaran berita di TV.
“Ada apa, sayang?” tanya sang ayah.
“Kenapa sih teman-teman sering ngejek Kala? Kan, Kala bukan anak haram, yah. Lagipula, Kala selalu berbuat baik sama teman-teman. Masa, air susu dibalas air tuba begini. Kenapa, sih, mereka masiiih saja betah ngejek Kala?” Tutur Kala, mengutarakan semua kekesalannya pada sang Ayah yang senantiasa mendengarkannya.
Ayah Kala memandang putri semata wayangnya dengan penuh sayang. Katanya, “Kala, cara melawan ejekan itu hanya dengan bersabar dan senantiasa mengampuni.”
“Tapi, ayah,” Tukas Kala sengit. “Ayah menamakanku Kala karena ayah ingin keadilan senantiasa berada dalam hidup Kala. Kenapa malah begini jadinya, sih, yah? Kenapa mereka tidak adil sama Kala?”
“La,” Ayah mengelus kepala Kala dengan lembut. “Mereka hanya iri sama kamu, sayang. Kamu itu cerdas, baik, tabah, dan sabar. Coba kamu hitung, berapa banyak anak sepertimu di sekolah? Kalaupun ada, masih bisa dihitung dengan jari sebelah tangan.”
Kala merenungkan perkataan ayahnya. ‘Benar juga apa kata ayah.’ Pikirnya. ‘Di sekolah, yang memiliki orangtua tak lengkap sepertiku hanya beberapa anak saja.’
“Jadi, kamu harus kuat.” Sambung ayah Kala. “Tidak boleh cepat menyerah begini, oke?”
“Tapi tetap saja Kala kesal, yah! Apa hak mereka menyebut Kala seperti itu?!” Gerutu Kala.
 “Eh, kamu itu, ya! Baru saja ayah beritahu, sudah marah-marah.” Ujar Ayah dengan gemas. “Ah, kamu anggap saja mereka angin lalu, Kala. Ingat, ya, jangan menyimpan sampah dalam hatimu, tapi kembangkanlah cinta kasih.”
Kala mengingat perkataan ayahnya baik-baik di dalam hatinya.
‘Janganlah menyimpan sampah dalam hatimu,’ ulang Kala. ‘Tapi kembangkanlah cinta kasih.’ Hatinya bertekad akan melaksanakan saran dan nasihat ayahnya. Karena ia tahu, beliau selalu memberi yang terbaik baginya.
Persis keesokan harinya, seperti biasa, Kala mengayuh sepedanya ke sekolah. Di tengah jalan, tampak Arjuna, seorang teman sekelas Kala. Ia sedang mengendarai sepedanya dengan kecepatan tinggi.
“Woi, anak haram! Pelan bener jalan lo!” Ejek Arjuna saat ia melesat melewati Kala.
‘Sabar, La.’ Kala menabahkan hati. ‘Orang sabar disayang Tuhan.’
Kala baru saja membuka mulut untuk memperingatkan Arjuna, bahwa ada sebuah batu di depannya. Tapi, ternyata Arjuna melesat terlalu cepat. Sepedanya langsung oleng ke kiri saat ia menabrak batu besar itu. Alhasil, dengan sukses Arjuna tercebur ke selokan, bersama dengan tas dan perlengkapan sekolahnya. Kala nyaris menjerit melihat Arjuna terjatuh.
Buru-buru Kala menghampiri temannya itu, dan menolongnya keluar dari selokan. Ia juga mengumpulkan barang-barang Arjuna yang ikut tercebur barusan.
Begitu keluar dari selokan berair hitam itu, Arjuna terperanjat. Ia tidak menyangka bahwa Kala akan menolongnya. Terlebih lagi Kala mengambilkan semua barangnya yang tercebur. Arjuna semakin salah tingkah melihat itu semua. Ia merasa menyesal karena sempat-sempatnya meledek Kala barusan.
“Jun, ayo, saya antar kamu pulang. Tidak mungkin kan, kamu ke sekolah basah-basahan begitu?” Ujar Kala, sambil menyerahkan tas basah Arjuna kepada pemiliknya. Arjuna segera bangkit dan menerima tasnya. Ia mendirikan sepedanya dan hendak berjalan pergi meninggalkan Kala.
“Eh, Jun, tunggu! Biar saya antar.” Kala menawarkan sekali lagi.
“Lo serius mau nganter gue pulang?” Tanya Arjuna.
“Kenapa tidak? Rumahmu, kan, dekat. Nanti saya tinggal mengebut, pasti tidak akan terlambat.” Jawab Kala dengan percaya diri.
“Oh, begitu.” Arjuna menunduk,  tidak tahu harus berkata apa. Dalam hatinya, ia mengakui kebaikan dan ketulusan Kala. Ah, tak urung, ia mengagumi gadis itu.
“La, eh, ehmm,” Arjuna gelagapan saat Kala memandang tepat ke matanya. “Ah, anu, eh, terima kasih, ya... Maaf karena di sekolah gue ngejek lo terus.”
Kala Tertawa mendengar perkataan Arjuna. “Tenang aja, saya sangat pemaaf,” candanya.
Arjuna ikut tertawa mendengar jawaban Kala. Mereka pun bercanda dengan santai selama perjalanan. Tertawa bersama seorang teman adalah hal yang amat jarang di mata Kala.
Kala tersenyum memandang ekspresi lega di wajah Arjuna. Ternyata, mengampuni sesama memang sangat menyenangkan. ‘Ayah benar’ Kala mengakui. ‘Jangan menyimpan sampah dalam hati, tetapi kembangkanlah cinta kasih.’

Sabtu, 03 Maret 2012

Cerpen ~ Berbagi Kasih - Kisah seorang anak miskin

Untuk Ci Tia, yang telah menyumbang ide cerita.
Tidak akan ada kisah ini tanpa dirinya.
Terima kasih banyak!
BERBAGI KASIH
Oleh Rafa J
Beberapa kali kupandangi pengemis itu.
Ia tampak sekarat, seperti menahan rasa sakit yang amat sangat. Kakinya sudah tak mampu berjalan. Ia hanya mampu merintih dan menengadahkan tangannya.
Masalahnya, aku bukan dari keluarga berada. Uang yang kudapatkan dari hasil penitipan menjual nasi goreng yang dibuat nenek tidak seberapa. Hanya cukup untuk makan hari ini saja. Itupun sudah kubelikan nasi bungkus untuk nenekku dan aku.
Tapi, rasa iba itu muncul.
Aku tidak akan tega membiarkan pak tua itu merintih kesakitan, sementara aku melahap nasi bungkus ini dengan nenek, sebagai makan siang kami.
Ah, jatah makanku yang hanya dua kali sehari. Relakah aku memberikannya kepada pak tua itu?
Sungguh, rasa lapar sudah bersarang di perutku. Tetapi mana moralitasku, jika aku melahap nasi jatahku? Pengemis ini mungkin belum makan sekurang-kurangnya selama dua hari. Ah, hidupku yang sederhana ini serasa tidak ada apa-apanya dibandingkan hidup pak tua itu. Ia mengemis uang hanya untuk makan, karena sudah tak mampu berjalan. Sedangkan aku...? Masih bisa membantu nenek menjual nasi goreng. Benar-benar tidak ada apa-apanya, bukan?
Aku menghampiri pengemis itu dan menatapnya. Ia balas menatapku.
“Dik... Makan...” erang pengemis itu. Meski hanya dua patah kata, aku mengerti benar apa yang dimaksudkannya. Minta makan. Kelaparan.
Mata pak tua itu begitu sendu, sarat dengan pengharapan. Sepertinya ia amat yakin bahwa suatu saat nanti akan ada orang yang mengasihaninya dan memberinya sedikit sedekah. Padahal, menilik kebanyakan orang yang lewat, mereka seakan-akan menganggap pak tua itu tidak pernah ada.
Rasa kasihan pun menang. Tanganku bergerak meraih nasi bungkus di dalam kantung plastik.
‘Biarlah hanya nenek yang makan hari ini.’ Batinku dalam hati. Aku yakin aku telah melakukan sesuatu yang benar, meski aku harus kelaparan sampai besok.
“Ini, pak. Semoga bapak kenyang.” Ujarku sambil menatap pak tua yang ringkih itu. Ia tampak sangat bahagia menerima pemberianku. Padahal itu hanyalah sebungkus nasi sayur.
“Tuhan memberkatimu, nak! Terima kasih banyak!” Serunya gembira.
Tanpa banyak bicara lagi ia segera melahap jatah nasiku. Dengan bahagia dan rasa syukur yang tak tergambarkan. Hatiku sungguh terasa damai melihat pengemis itu makan. Seakan-akan rasa lapar yang menyerangku ini tidak terasa lagi. Aku pergi dan berjalan pulang. Satu jiwa telah terpuaskan berkat tindakanku.
Aku sungguh tidak sabar menceritakan peristiwa ini pada nenek. Semoga ia bangga akan tindakan cucunya ini.