Sabtu, 03 Maret 2012

Cerpen ~ Berbagi Kasih - Kisah seorang anak miskin

Untuk Ci Tia, yang telah menyumbang ide cerita.
Tidak akan ada kisah ini tanpa dirinya.
Terima kasih banyak!
BERBAGI KASIH
Oleh Rafa J
Beberapa kali kupandangi pengemis itu.
Ia tampak sekarat, seperti menahan rasa sakit yang amat sangat. Kakinya sudah tak mampu berjalan. Ia hanya mampu merintih dan menengadahkan tangannya.
Masalahnya, aku bukan dari keluarga berada. Uang yang kudapatkan dari hasil penitipan menjual nasi goreng yang dibuat nenek tidak seberapa. Hanya cukup untuk makan hari ini saja. Itupun sudah kubelikan nasi bungkus untuk nenekku dan aku.
Tapi, rasa iba itu muncul.
Aku tidak akan tega membiarkan pak tua itu merintih kesakitan, sementara aku melahap nasi bungkus ini dengan nenek, sebagai makan siang kami.
Ah, jatah makanku yang hanya dua kali sehari. Relakah aku memberikannya kepada pak tua itu?
Sungguh, rasa lapar sudah bersarang di perutku. Tetapi mana moralitasku, jika aku melahap nasi jatahku? Pengemis ini mungkin belum makan sekurang-kurangnya selama dua hari. Ah, hidupku yang sederhana ini serasa tidak ada apa-apanya dibandingkan hidup pak tua itu. Ia mengemis uang hanya untuk makan, karena sudah tak mampu berjalan. Sedangkan aku...? Masih bisa membantu nenek menjual nasi goreng. Benar-benar tidak ada apa-apanya, bukan?
Aku menghampiri pengemis itu dan menatapnya. Ia balas menatapku.
“Dik... Makan...” erang pengemis itu. Meski hanya dua patah kata, aku mengerti benar apa yang dimaksudkannya. Minta makan. Kelaparan.
Mata pak tua itu begitu sendu, sarat dengan pengharapan. Sepertinya ia amat yakin bahwa suatu saat nanti akan ada orang yang mengasihaninya dan memberinya sedikit sedekah. Padahal, menilik kebanyakan orang yang lewat, mereka seakan-akan menganggap pak tua itu tidak pernah ada.
Rasa kasihan pun menang. Tanganku bergerak meraih nasi bungkus di dalam kantung plastik.
‘Biarlah hanya nenek yang makan hari ini.’ Batinku dalam hati. Aku yakin aku telah melakukan sesuatu yang benar, meski aku harus kelaparan sampai besok.
“Ini, pak. Semoga bapak kenyang.” Ujarku sambil menatap pak tua yang ringkih itu. Ia tampak sangat bahagia menerima pemberianku. Padahal itu hanyalah sebungkus nasi sayur.
“Tuhan memberkatimu, nak! Terima kasih banyak!” Serunya gembira.
Tanpa banyak bicara lagi ia segera melahap jatah nasiku. Dengan bahagia dan rasa syukur yang tak tergambarkan. Hatiku sungguh terasa damai melihat pengemis itu makan. Seakan-akan rasa lapar yang menyerangku ini tidak terasa lagi. Aku pergi dan berjalan pulang. Satu jiwa telah terpuaskan berkat tindakanku.
Aku sungguh tidak sabar menceritakan peristiwa ini pada nenek. Semoga ia bangga akan tindakan cucunya ini.              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar