Senin, 19 Desember 2011

Cerpen - Jawaban Sebuah Mimpi

Untuk Nixie,
yang memintaku membuat karya ini dan memintaku menamai tokoh utamanya Isabella
Maaf karena aku menggantinya manjadi 'Bella' saja. :)
dan Tentu saja teman-temanku, Bella dan Jason,
Terutama Veje,
Maaf karena aku meminjam nama kalian tanpa izin untuk dimasukkan ke dalam karyaku
Semoga kalian semua menyukainya.


JAWABAN SEBUAH MIMPI
Inilah Saatnya...
Aku melangkah ke panggung rendah itu.. Kupandangi kursi penonton yang padat satu per satu. Tetapi... Ah, benar. Ia tidak ada disana.
Bella menarik nafas sejenak sebelum memposisikan jari-jarinya di atas tuts piano. Inilah konser perdananya... dan mungkin yang terakhir kali baginya. Usia dua puluh satu tahun sudah merupakan mukjizat bagi penderita kelainan jantung seperti dirinya. Dan dalam momen istimewa ini, dari caranya memerhatikan bangku penonton dengan saksama, jelas ia sedang menunggu sesuatu. Atau mungkin seseorang...?
Nada-nada pertama mengalun dengan indah. Jemari Bella sudah mulai menari di atas tuts dengan gemulai. Meskipun matanya menatap lurus ke arah partitur, dan sesekali ke arah jari-jarinya, tetapi tiap kali ada kesempatan, Bella selalu menatap bangku penonton. Rupanya ia benar-benar mengharapkan seseorang itu tiba, seorang pria yang benar-benar berarti baginya. Bella memejamkan mata, semakin meresapi lagu yang ia mainkan seraya mengingat pertemuannya dengan pria itu.
...........
Malam yang cerah itu, dengan bulan purnama membulat sempurna, merupakan malam yang amat tepat bagi mereka untuk berbagi waktu bersama. Pria itu mengajak Bella untuk duduk di bangku taman yang berpenerangan remang, menikmati cahaya bulan dalam kegelapan.
 Bella menggenggam tangan pria itu, seolah tidak ingin melepaskannya lagi.
“Kau tahu betapa usiaku semakin singkat.” Bella memulai. Tetapi pria itu menaruh jarinya tepat di depan bibir Bella, menghentikan bicaranya.
“Jangan kau bahas tentang usiamu lagi. Kita akan selalu bersama, dan kau tahu itu.” Pria itu mengeratkan genggamannya pada tangan Bella. “Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi begitu saja.”
Bella tersenyum, dan menyandarkan kepalanya pada bahu pria itu. “Besok, aku akan mengikuti konser piano itu, sesuai yang kausarankan. Mereka menerimaku dalam audisi. Akankah kau ada di sana, menontonku? Aku tahu kau memiliki pekerjaan dan berbagai kesibukan lainnya, tapi,-”
Pria itu melepas genggamannya dan merangkul Bella dalam satu dekapan hangat, menghentikan kata-kata yang hendak terucapkan oleh Bella. Tangannya yang satu lagi meraih genggaman yang sempat ia lepaskan. “Tentu saja aku akan datang. Mainkan lagu terbaikmu untukku. Aku akan menjadi orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukmu. Aku janji.”
Bella mendengarkan dengan saksama semua suku katanya, cara pria itu mengucapkannya padanya, dan yang paling penting, makna dari apa yang diucapkan kepadanya. Ia memandang bulan yang begitu bulat di langit untuk kesekian kalinya, benar-benar menikmati saat-saat bersama pria itu, yang tidak selalu bisa didapatkannya.
“Kau tidak perlu mengkhawatirkan hari esok, Bella. Aku akan datang. Percayalah.”
“Baiklah. Kau tahu aku selalu percaya padamu. Tepati janjimu, Jason...”

Jason memandang lurus ke arah Bella, megelus wajahnya dan menyibak rambut yang menutupi wajah kekasihnya itu. Bella balas menatapnya, tepat ke dalam mata hijaunya yang jernih. Langit malam seakan menambah pesona keduanya.

"Kau dapat memegang kata-kataku." Setelah mengucapkannya, Jason mendekap Bella erat-erat dan mengunci bibirnya dalam satu ciuman hangat, yang menjadi bukti dari janjinya kepada kekasihnya.
............
Lagu ‘Endless Love’ klasik yang dimainkan Bella sudah memasuki refrain. Lagu singkat itu terus mengalun dari piano, seiring Bella menekankan jarinya di atas alat musik itu. Waktu terus berpacu, tetapi pria bernama Jason itu tak kunjung tiba. Bella mulai merasa gelisah, jemarinya gemetaran. ‘Bagaimana jika Jason melupakannya?’ Batinnya, tidak berani memikirkan jawabannya.
Bait kedua pun selesai. Bella merasakan dadanya sesak. Ia mulai menangis sedih. Ternyata Jason benar-benar melupakan konsernya. Mungkin ia terlalu sibuk dengan pekerjaan barunya. Suara tangisnya begitu perlahan dan pilu, teredam dan bercampur menjadi satu dengan suara piano yang lembut. Lagu ini akan selesai sebentar lagi. Begitu juga dengan penantiannya. Akankah Jason datang, memberinya standing ovation untuk penampilan perdananya?
Saat sedang mengulang refrain terakhir, Bella tidak tahan lagi. Dadanya sangat sakit. Tetapi ia tetap memaksakan diri untuk bermain hingga akhir. Hingga akhirnya ia menemukan jawabannya, jawaban atas kedatangan Jason. Nada-nada terakhir pun mengalun, tetap indah dan murni. Tidak ada yang tahu bahwa Bella sedang berjuang mempertahankan nada-nada terakhir itu. Berkeras tidak ingin selesai sampai Jason tiba di konsernya.
“Jason... Jason...” Bella mengulang nama itu berkali-kali di tengah perjuangannya. Sepertinya lagi-lagi jantungnya mengalami komplikasi. Komplikasi yang parah. Tetapi Bella tidak ingin menyerah, ia ingin terus bertahan. Ia ingin melihat sendiri jawaban itu. Kedatangan Jason...
Akhir lagu pun mengalun, dimainkan dengan sempurna oleh Bella dan jari-jarinya yang gemetaran. Begitu Bella mengangkat jarinya dari piano, pertanda lagu telah selesai, saat itu juga ia roboh ke lantai. Terdengar samar-samar suara tepuk tangan, dan dilihatnya Jason berada di hadapannya. Seluruh penonton mengikuti Jason bertepuk tangan.
“Kau datang...” Bella memegangi kerah kemeja Jason kuat-kuat, seolah tidak ingin melepaskannya. Jason baru saja mengangkat wajah Bella, hendak mengangkat tubuhnya, ketika disadari pegangan Bella mengendur. Nafas Bella mulai menjadi berat, dan matanya tertutup perlahan-lahan...
Ya, Bella telah mendapatkan jawabannya. Jason telah datang untuknya. Dan kini, ia bisa tertidur dengan tenang dalam dekapan kekasihnya untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar